Pages

Jumat, Desember 17

Penulis-penulis yang Mengubah dunia

Dengan menulis, kita dapat merubah dunia. Benarkah demikian? Mari kita simak beberapa contoh bagaimana para penulis tersebut berhasil merubah dunia tempat mereka hidup.
Voltaire dan Thomas Paine: Mengkritisi kemapanan status quo
‘Pena lebih tajam daripada pedang’. Demikian kata Voltaire. Sang pujangga besar Perancis itu, melontarkan quotasi tersebut, ketika Perancis masih berada dibawah cengkaraman ancienne regime, atau masih dibawah sistim Kerajaan, yang dikuasai oleh Dinasti Bourbon. Berbeda dengan Inggris, dimana monarki di negara pulau tersebut hanya sekedar simbol, kekuasaan berada di tangan parlemen, dan kebebasan agama terjamin, di Perancis pada saat itu, hal tersebut tidak ada. Voltaire, yang pernah tinggal di Inggris selama tiga tahun, sangat mengagumi sistim demokrasi di Inggris, dan berharap hal yang sama dapat diterapkan di Perancis. Voltaire menulis, supaya idealismenya mengenai demokrasi dapat terealisir. Tulisan-tulisan Voltaire, seperti l’ingenue, zadig, dan Lettres philosophiques sur les Anglais telah berhasil menginspirasi generasi-generasi yang datang setelah dia. Tokoh-tokoh yang terinspirasi tulisan Voltaire tersebut, yaitu D’Anton, Marat, dan Robespierre, akhirnya menjadi tokoh sentral yang berperan dalam Revolusi Perancis pada 14 Juli 1789, yang berhasil menumbangkan Dinasti Bourbon. Akhirnya, Perancis menjadi republik.
New England, pada awal 1770an, adalah salah satu koloni Inggris yang paling makmur di Amerika Utara. Komoditi utama yang diimpor dari sana, adalah tembakau, coklat, gandum, dan gula. Petani dan pengusaha yang tinggal disana, adalah para pelarian dari eropa, yang mencari penghidupan lebih baik dari tekanan ekonomi/politik di tanah air mereka. Adapun, pada akhirnya pihak kolonial Inggris bertindak semakin represif terhadap New England. Pajak untuk komoditas-komoditas unggulan tersebut dinaikkan untuk pasar inggris, dan penjualan komoditas ke negara eropa lain sangat dibatasi. Hal ini menimbulkan keresahan di New England. Seorang penulis, Thomas Paine, menuliskan kritik dia terhadap sistim kolonial Inggris, pada buku ‘Common Sense’. Di buku tersebut, dia menjabarkan secara lugas mengenai ketidak adilan sistim perpajakan dan penindasan yang dilakukan Inggris terhadap New England. ‘Common Sense’ memang tidak memiliki pengaruh langsung terhadap draft penyusunan deklarasi kemerdakaan Amerika Serikat pada 4 Juli 1776, namun buku tersebut berhasil menginspirasi debat publik mengenai kemerdekaan New England dari Inggris.
Multatuli: Kritik terhadap praktek kolonial Belanda
Buku ‘Max Havelaar’ karangan Multatuli merupakan salah satu karya klasik dalam kesusastraan Indonesia. Semenjak HB Jassin menterjemahkannya dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia, karya tersebut menjadi salah satu bacaan wajib pada Sastra Indonesia. Tulisan Multatuli di buku tersebut, yang mengkritisi praktek tanam paksa oleh kolonial Belanda, akhirnya pernah difilmkan dan menjadi salah satu sumber pertunjukan teater. Buku Max Havelaar, akhirnya membuka kesadaran para borjuasi Eropa (terutama Belanda), bahwa kekayaan dan kemakmuran yang selama ini mereka nikmati adalah merupakan hasil darah dan keringat dari bangsa jajahan mereka. Akhirnya, buku tersebut menginspirasi para politisi Belanda untuk menggulirkan politik etis, dimana dilakukan semacam ‘balas jasa’ terhadap Indonesia, atas penjajahan yang mereka lalukan selama ini. Balas jasa tersebut, diantaranya adalah akses terhadap pendidikan. Sebenarnya, balas jasa tersebut bukannya tanpa reserve. Belanda menyediakan akses pendidikan di Indonesia, supaya lulusan institusi pendidikan tersebut dapat menjadi pegawai kolonial yang digaji murah. Ada pembatasan tertentu lain, misalnya, lulusan STOVIA (Sekolah kedokteran Jawa), dilarang praktek kedokteran di Belanda, hanya boleh di Indonesia. Ironisnya, akses pendidikan tersebut justru dimanfaatkan oleh bapak bangsa kita, diantaranya Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, dan lainnya, sebagai bekal intelektual untuk melawan imperialisme Belanda. Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 adalah merupakan hasil politik etis, yang menjadi bumerang bagi pihak kolonial. Buku tersebut, juga menginspirasi gerakan dekolonialisasi di tempat lain, misalnya di Afrika. Alhasil, menurut Pramoedya Ananta Toer, Max Havelaar adalah buku yang berhasil menghancurkan kolonialisme.
Menulis: Perubahan terhadap komunitas masing-masing
Di era informasi sekarang ini, menulis sudah memiliki media yang sangat berbeda dibandingkan di masa Voltaire, Thomas Paine, atau Multatuli. Imperialisme klasik eropa sudah lama berakhir, dan masalah baru, seperti kesenjangan digital, dan kesenjangan negara kaya-miskin, muncul menghiasi media. Media on line, sudah mulai menjadi populer. Bahkan media cetak konvensional akhirnya mengembangkan versi on line dari media mereka. Namun, semangat yang mendasari profesi menulis tersebut masihlah sama. Seorang penulis, diharapkan untuk kritis. Dalam konteks ini, kritis bukan berarti berteriak-teriak tanpa ada tujuan, namun lebih pada melihat suatu momen, yang mungkin tidak bisa ditangkap orang lain, dimana jika kita lebih mendalami dan menggalinya, maka akan menghasilkan perubahan. Bisa jadi perubahan tersebut belum bisa dinikmati oleh sang penulis selama dia hidup. Hal tersebut terjadi pada penulis besar sekaliber Friedrich Nietzche, yang dilupakan orang semenjak dia masuk rumah sakit jiwa, dan baru ditemukan lama setelah dia meninggal. Namun bisa juga dinikmati selama dia hidup, seperti pada kasus Jean Paul Sartre atau Albert Camus, dimana mereka berdua menjadi penerima nobel sastra dan karya mereka sukses secara komersial. Adapun, popularitas tidak lebih dan tidak bukan merupakan efek samping dari kehebatan seorang penulis sejati.
Kehebatan seorang penulis, bukan terletak pada popularitasnya, namun lebih pada kekritisan dia, untuk menggali momen yang dapat mengarah pada perubahan komunitas dimana dia hidup. Penulis sekaliber Voltaire, Paine, atau Multatuli sama sekali tidak peduli, apakah karya mereka akan laku secara komersial atau tidak. Yang paling penting, dan ini yang selalu menjadi harapan mereka, adalah karya-karya tersebut selalu dapat menjadi bahan pertimbangan dan inspirasi bagi komunitas mereka maupun generasi sesudah mereka, untuk mengkatalisis suatu perubahan sosial atau budaya, menuju hari esok yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Street Art Copyright by welcome......!!!!!!!!!! | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowtoTricks