Tiga tahun telah berlalu sejak gempa bumi melanda Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Klaten bagian selatan. Peristiwa sungguh dahsyat yang memakan banyak korban itu masih lekat dalam ingatan. Terutama saksi kejadian dan mereka yang kehilangan orang tua maupun sanak saudara tentu tidak dapat melupakan hal itu begitu saja. Meski goncangan gempa juga dapat dirasakan di daerah lain namun akibatnya tidak sedemikian buruknya.
Peristiwa yang sudah lama berlalu itu hingga kini masih tetap dikenang dan diperingati oleh berbagai kalangan masyarakat di sejumlah daerah di Yogyakarta. Berbagai acara digelar dengan beragam bentuknya. Ada yang menggelar pengajian bersama, tirakatan, renungan, doa bersama, labuhan, tumpengan dll. Bahkan ada yang membuat rencana sedemikian rupa hingga mirip kejadian tiga tahun lalu itu dengan mendirikan tenda.
Di tempat tinggal saya, pengurus kampung menggelar pengajian dan doa bersama di masjid tepat tanggal 27 Mei 2009. Diawali dengan sholat shubuh berjamaah dilanjutkan dengan pengajian atau tausiyah yang disampaikan oleh Ustadz Muh. Jazir, ASP. Tak ketinggalan pula pemutaran peristiwa gempa yang sempat direkam oleh orang-orang pada waktu itu. Doa bersama sudah pasti dilakukan dan untuk menutup rangkaian acara ada sarapan bersama.
Bukan bermaksud hura-hura dan semacamnya, namun peringatan peristiwa gempa semata-mata dilakukan untuk mengingatkan kita akan kebesaran Allah SWT. Dengan kuasanya apapun dapat terjadi dan tiada seorang pun yang mampu menghalangi. Menurut prediksi manusia kejadian alam semacam itu akan terjadi 50 tahun sekali. Karena kehendak Allah, kita menyaksikan bahkan mengalaminya sendiri di 27 Mei 2006 yang lalu.
Subhanallah, kekuasaan Allah meliputi segala yang ada di langit dan di bumi. Nenek saya yang usianya hampir 100 tahun pun sempat bergumam bahwa selama beliau hidup baru kali ini mengalami kejadian yang sedahsyat ini. Peristiwa yang demikian dahsyat itu rasanya tak akan pernah hilang begitu saja dari ingatan mereka yang mengalaminya. Pantas saja kalau di sejumlah daerah menggelar berbagai acara untuk mengenang detik-detik gempa.
Tentu bukan sekedar gempanya saja yang dikenang, tapi juga kenangan terakhir bersama keluarga yang meninggal akibat gempa. Begitu pula hal lain yang menyertai saat peristiwa gempa tersebut terjadi menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Yang paling penting dari kejadian gempa bumi itu adalah kita harus mengakui kebesaran dan kekuasaan Allah. Manusia hanyalah makhluk kecil yang tiada berdaya di hadapanNya.
Bagi saya pribadi, gempa bumi yang pusatnya di Kali Opak itu betul-betul menjadi peristiwa dan pengalaman tak terlupakan. Sebab sehari sebelumnya, 26 Mei 2006 lahir anak laki-laki saya. Dapat dibayangkan bagaimana tingginya tingkat stress yang saya alami ketika itu. Belum reda stress karena menantikan kelahiran anak, esoknya sudah ditambah dengan adanya gempa.
Sedikit cerita saja, anak yang usianya baru semalam itu harus rela dibawa lari pontang-panting sama ibunya ke sana kemari. Begitu pula saat ada isu tsunami yang membuat panik semua orang dan juga gempa-gempa susulan yang kembali mengguncang. Coba Anda bayangkan bagaimana rasanya seorang ibu yang baru melahirkan harus berlari-lari sambil membawa anak yang baru lahir untuk menyelamatkan diri. Spontan, istri saya langsung merasakan sehat, bukan sebagai orang yang habis melahirkan.
Di klinik bersalin anak saya hanya menginap semalam karena paginya setelah kepanikan oleh adanya isu tsunami langsung saya ajak pulang tanpa pamit. Barang-barang masih saya tinggalkan semua di klinik. Sampai di rumah pun bayi merah yang pusernya belum putus itu tetap berada di luar, karena keadaan rumah yang berantakan sehingga belum memungkinkan untuk dihuni. Baru 21 hari kemudian dapat masuk rumah setelah semua yang berantakan dibereskan dan mental sudah tertata kembali akibat trauma.
Merupakan sebuah keberuntungan bagi anak saya karena sejak lahir sudah langsung berkenalan dengan alam. Dari kepanikan, panas yang menyengat, angin yang menerpa, hujan mengguyur, gelap gulita karena listrik padam, sampai tinggal di tenda setelah sebelumnya gempa mengguncang. Itu pun sempat berpindah mencari tempat yang lebih hangat dan nyaman karena malamnya hujan mengguyur deras sekali.
Setiap orang pasti punya cerita yang berbeda dari kejadian gempa yang mereka alami. Kenangan yang tak akan terhapus begitu saja dari ingatan. Namun bagi saya, kelahiran anak dan peristiwa gempa bumi merupakan satu rangkaian yang tak terpisahkan. Dimana saat anak saya berulang tahun pasti akan terangkai dengan peringatan peristiwa gempa yang ke berapapun.
Satu kenangan dan kejadian yang menjadi bagian tak terpisahkan. Apalagi saat itu sedang ngetop lagunya Samson yang berjudul “kenangan terindah” dan selalu diputar oleh stasiun radio dan televisi sehingga apa yang saya alami waktu itu kemudian menjadi sebuah kenangan yang terindah sampai saat ini.
Reff:
bila yang tertulis untukku
adalah yang terbaik untukmu
kan kujadikan kau kenangan
yang terindah dalam hidupku
namun takkan mudah bagiku
meninggalkan jejak hidupku
yang tlah terukir abadi
sebagai kenangan yang terindah